Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah:
Hukum
Adat
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN
HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUIAN
A.
Latar
Belakang
Perkawinan adalah ikatan
sosial atau ikatan perjanjian hukum antara pribadi yang membentuk hubungan
kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang
meresmikan hubungan antara pribadi yang biasanya intim dan seksual. Umumnya
dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan dengan tujuan membentuk
keluarga.Perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
pada ayat (1) menyebutkan:
“Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”[1]
Negara Kesatuan Republik
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan suku adat istiadat, perbedaan
ciri khas, watak, dan kebiasaan setiap suku daerah menjadikan faktor utama
mengapa Indonesia dikatakan negara yang sangat kaya adat istiadat budaya
dibandingkan dengan negara-negara lain. Dengan adanya perbedaan tersebutlah
pemerintah maupun masing-masing individu dituntut untuk menjaganya baik dari
menghindari perselisihan maupun dari segi pematenanya.
Dari banyaknya
macam-macam adat istiadat di Indonesia maka banyak pula perbedaan yang terjadi
diantara suku satu dengan yang lainya, perbedaan dalam menjalani kehidupan
masing-masing sampai dalam melaksanakan pernikahan. Dengan latar belakang
tersebut, maka penulis merasa perlu untuk mengkajinya menjadi sebuah makalah
dangan rumusan masalah sebagaimana berikut.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sistem dan tatacara pernikahan adat dalam
masyarakat Batak Mandailing?.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BATAK
MANDAILING
Batak merupakan salah
satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk
mengindentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari
Tapanuli, Sumatra Utara. Suku bangsa yang dikatagorikan sebagai Batak adalah:
Batak Toba, nBatak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, Batak
Mandailing. Sebagian besar orang Batak menganut Agama Islam dan sebagian lagi
beragama Kristen. Dan ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut
kepercayaan animisme, walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah
semakin berkurang.
Batak Mandailing
merupakan nama suku bangsa yang mendiami sebagian Kabupaten Tapanuli Selatan
dan Kabupaten Mandailing Natal Sumatra Utara, yang juga dikatagorikan sebagai
bagian dari suku Batak yang mempunyai banyak dialek bahasa,Suku mandailing
sendiri mengenal paham kekerabatan, baik patrilineal maupun matrilineal. Dalam sistem
patrilineal, orang Manailing mengenal marga. Marga marga di Mandailing antara
lain: Babiat, Dabuar, Baumi, Dalimunthe, Dasopang, Daulay, Dongoran, Harahap,
Hasibuan, Hutasuhut, Lubis, Nasution, Pane, Parinduri, Pasaribu, Payung, Pohan,
Pulungan, Rambe, Rangkuti, Ritonga, sagala, Simbolon, Siregar, Tanjung.[2]
B.
SISTEM
PERKAWINAN DALAM MASYARAKAT BATAK MANDAILING
Indonesia
merupakan negara yang memiliki beragam suku dan budaya. Sebagai negara yang ber-idiologikan
pancasila, keragaman tersebut juga turut dijamin dalam UUD 1945.[3]
Adanya jaminan serta pengakuan tersebut, menjadikan tata cara dan pelaksanaan
upacara pernikahan tiap suku berbeda satu sama lain. Bahkan keunikan yang
ditampilkan oleh tiap suku (dalam upacara pernikahan) menjadi kearifan lokal
bagi tiap wisatawan.
Perkawinan
adalah penyatuan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk saling
setia satu sama lainnya dalam hidup bersama secara sukarela.[4]
Perkawinan memiliki sifat kesakralan yang tidak hanya sekedar membentuk rumah
tangga dan keluarga. Lebih dari itu, etnis batak mandailing memandang bahwa
perkawinan itu suci, perpaduan hakikat kehidupan antara laki-laki dengan
perempuan menjadi satu.
Kesakralan yang
diyakini oleh etnis batak mandailing ternyata berdampak pada ketatnya aturan
serta ketentuan yang mesti ditaati oleh setiap anggota kelompoknya. Dalam
tulisan ini akan disinggung beberapa ketentuan etnis batak mandailing dalam
melaksanakan pernikahan, diantaranya: perkawinan semarga, upacara perkawinan,
perceraian, dan harta perkawinan.
C.
PERKAWINAN
SEMARGA
Dalam kehidupan
etnis batak mandailing, perkawinan mungkin saja terjadi atas mufakat orangtua
yang berkenalan tanpa ada hubungan dekat diantara mereka, biasanya bertujuan
untuk melanggengkan persahabatan diantara keduanya. Selain itu, prilaku ini
diyakini mampu meminimalisir pelanggaran adat yang mungkin saja dilakukan
keturunannya secara tidak sengaja; terutama dalam hal perkawinan semarga.
Perkawinan semarga menurut adat batak mandailing tidak dibenarkan.[5]
Secara sederhana, semarga bermakna satu marga (bangsa), satu asal garis
keturunan yakni bapak. Perkawinan semarga tidak diperbolehkan dikarenakan tidak
ada jalur adat yang dapat atau berhak
menyelesaikannya.
Menurut paham ilmu ethnologi dilihat dari keharusan
dan larangan mencari calon isteri bagi setiap pria, maka perkawinan itu dapat
berlaku dengan sistem endogami dan sistem exogami yang kebanyakan
dianut oleh masyarakat adat bertali darah, dan atau dengan sistem eleutherogami
sebagaimana berlaku dikebanyakan masyarakat adat, terutama yang banyak
dipengaruhi hukum Islam. Di lingkungan yang sebagian besar menganut agama
Kristen, masih mempertahankan susunan kekerabatan yang sifatnya asymmetrisch
connubiumi, maka sistem yang dianut adalah exogami, dimana seorang
pria harus mencari calon isteri di luar marga (klen-patrililinial) dan dilarang
kawin dengan wanita semarga.
Untuk memperjelas pemahaman, berikut dilampirkan skema
larangan pernikahan semarga:
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
|||||||
Ditanah batak Mandailing, peranan orang tua dalam mencarikan jodohatau
menyetujui perkawinan anaknya sangatlah penting, maka ia harus berunding dengan saudara-saudara
semarga (dongan tubu), saudara-saudara perempuan dari ayah yang telah bersuami
(boru) dan lain-lain. Akan tetapi faktanya dikemudian hari telah banyak
dijumpai pelanggaran terhadap ketentuan larangan perkawinan semarga. hal tersebut merupakan keniscayaan
sebagaimana yang diungkapkan Soerjono Soekanto:
“Perubahan-perubahan diperlukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia disuatu kelompok masyarakat, yang dapat
diketahui dengan adanya kecendrungan-kecendrungan tertentu, sebagai
pertimbangannya ialah tidak adanya masyarakat yang stagnan”.[6]
D.
UPACARA PERKAWINAN BATAK MANDAILING
Perkawinan berdasarkan adat berarti
berlangsungnya perkawinan tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma adat
yang berlaku (perkawinan secara wajar). Upacara perkawinan dalam adat batak
mandailing merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan mulai dari pra-upacara
hingga pasca-upacara perkawinan.
1.
Pelamaran dan pertunangan
a.
Manyapai Boru. Masa pendekatan masih menjadi proses penting dalam
kelanjutan sebuah hubungan, Dalam adat
Batak Mandailing pun mengenal masa pendekatan yang disebut manyapai boru.
b.
Mangairirit Boru. Merupakan tahapan dimana orang tua mempelai pria akan
mencari tahu seluk-beluk sang wanita idaman anaknya tersebut. Hal ini penting
guna menghindari kekeliruan dan penyesalan dikemudian hari; diantaranya akibat
pelanggaran adat.
c.
Padamos Hata. Sekali lagi, keluarga pria menyambangi rumah kediaman wanita
untuk mendapatkan jawaban. Dalam ritual ini pula akan dibahas kapan waktu yang
tepat untuk melamar, serta syarat apa saja yang harus disanggupi pihak keluarga
pria.
d.
Patobang Hata.Inti dari seremoni ini adalah untuk memperkuat perjanjian
antara dua belah pihak, keluarga mempelai wanita dan keluarga mempelai pria.
selain itu akan dibicarakan berapa sere yang akan diantar pada prosesi
selanjutnya.
e.
Manulak Sere. Sesuai kesepakatan,
pihak keluarga pria datang bersama kerabat yang berjumlah 10-15 orang
untuk mengantarkan sere atau hantaran. Barang hantaran yang diberikan di
antaranya silua (oleh-oleh) dan batang boban (berupa barang
berharga).
2.
Upacara Perkawinan Adat batak Mandailing
a.
Mangalehen Mangan Pamunan. Seorang gadis yang akan dinikahi
kelak akan ikut bersama suami meninggalkan rumah orang tuanya. Maka sebelum
melepas kepergian anak perempuannya itu diadakan makan bersama/ mangan
pamunan.[7]
b.
Horja Haroan Boru.Seusai dilaksanakan pesta adat yang diselenggarakan di
kediaman bayo pangoli, sebelum pergi meninggalkan kedua orang tuanya, boru
na ni oli akan menari tor-tor sebagai ungkapan perpisahan.
c.
Marpokat Haroan Boru. Satu langkah sebelum pernikahan adat
berlangsung, terlebih dahulu akan dimusyawarahkan (marpokat) membagi-bagi tugas
sesuai prinsip dalihan na tolu yang terdiri dari kahanggi, anak boru,
dan mora.
d.
Mangalo-Alo Boru Dan Manjagit Boru. Diarak dua orang pencak silat,
pembawa tombak, pembawa payung, serta barisan keluarga pria dan wanita,
terakhir iringan penabuh, kedua mempelai berjalan menuju rumah. Sesudahnya,
kedua pengantin serta keluarga akan mangalehen mangan (makan
bersama)menyantap makanan yang dibawa, dilanjutkan pemberian pesan dari tetua
kepada kedua mempelai. Selesai memberi petuah, secara bersama-sama rombongan
akan menuju ke rumah suhut (tempat pesta).
e.
Panaek Gondang. Pada prosesi ini akan dimainkan gordang sambilan yang
sangat dihormati masyarakat Mandailing, maka sebelum dibunyikan harus meminta
izin terlebih dulu. Dan setelah mendapat izin, gordang sambilan ditabuh
seiring markobar (pembicaraan) yang dihadiri suhut dan kahangginya,
anak boru, penabuh gondang, namora natoras dan raja-raja adat. Dalam
prosesi ini pula diselingi tari sarama yang seirama dengan ketukan gordang
sambilan. Serta manortor atau menari tor tor.
f.
Mata Ni Horja. Mata ni horja menjadi acara puncak yang diadakan
di rumah suhut. Sekali lagi tari tor tor ditarikan oleh para raja, yang
disusul oleh suhut, kahanggi, anak boru, raja-raja Mandailing dan
raja panusunan.
g.
Membawa Pengantin Ke Tapian Raya Bangunan. Melaksanakan prosesi ini dipercaya
dapat membuang sifat-sifat yang kurang baik ketika masih lajang. Dengan jeruk
purut yang dicampur air, kedua mempelai akan dipercikan air tersebut
menggunakan daun silinjuang (seikat daun-daunan berwarna hijau).
h.
Mangalehen Gorar (Menabalkan Gelar Adat)Maksud dari upacara ini adalah untuk
menabalkan gelar adat kepada bayo pangoli. Sebelum diputuskan gelar apa
yang cocok, harus dirundingkan terlebih dahulu. Gelar adat diperoleh mengikuti
dari kakeknya dan bukan mengambil gelar dari orang tuanya.
i.
Mangupa. Inti dari prosesi ini dengan menyampaikan pesan-pesan adat
kepada kedua mempelai, bayo pangoli dan boru na ni oli. Mangupa
merupakan wujud kegembiraan telah usai seluruh rangkaian upacara adat, dan
kedua mempelai pun telah sah menjadi sepasang suami istri di mata adat.
E.
PERCERAIAN
Berbicara perkawinan tidak dapat
dipisahkan dengan adanya kemungkinan untuk terjadinya perceraian diantara kedua
belah pihak yang telah melangsungkan perkawinan. Meskipun ada prinsip yang
kuat: suatu perkawinan bukan hanya ikatan dua insan, akan tetapi ikatan dua
keluarga besar. Kata cerai dikenal dengan sebutan “sirang”
dengan arti memutus ikatan suami istriatau “dipaulak” artinya
dipulangkan kepada kedua orangtua sang istri.
Sejatinya dalam adat batak
mandailing, perempuan yang baru dipersunting memiliki penghormatan yang cukup
besar. istri disebut pardijabu, yang arti harfiahnya orang yang diset
mengurus rumah tangga. Ada yang menyebut istri sebagai paniaran, suatu
kata halus dari pemberi nikmat. Dalam hubungan dengan keluarga besar,
istri disebut boru ni raja, artinya putri raja (sesuai konsep dalihan
na tolu). Ada lagi sebutan ripe, yang artinya siap (ready)orang
yang mempersiapkan segala sesuatu.
Meskipun demikian, hal ihwal
yang dapat menyebabkan terjadinya
perceraian tidak dapat terelakkan,
terlebih jika telah mendapati beberapa hal berikut: (1) tidak dikaruniai anak, (2) perkawinan mereka merupakan hal yang
ditabukan, akibat ikatan marga, dan (3) penyebab kekacauan hubungan struktur
keluarga (sursar partuturon).
Dalam sejarahnya, Nenek moyang orang
Batak mandailing sangat jarang melakukan perceraian, meskipun mereka menganut
poligami. Sudah menjadi kewajiban anggota keluarga untuk mengintervensi
hubungan suami istri yang mengalami pertengkaran dalam rumah tangganya. Akan
tetapi, sampai saat ini, sangat sulit menemukan suatu lembaga adat yang khusus
menangani atau meminimalisir upaya perceraian pasangan suami istri.
F.
HUKUM WARIS ADAT BATAK MANDAILING
Dalam hukum waris adat
Mandailing akan dijelaskan hukum waris adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan
hukum yang bertalian dengan proses penerusan atau pengoperan dan peralihan atau
perpindahan harta kekayaan materill dan non-materill dari generasi kegenerasi.[8]
Asas ahli waris utama dan pertama
dari Batak Mandailing bahwasanya seperti masyarakat batak lainnya yang menganut
paterineal hanya benar terhadap anak laki-laki (meskipun harta benda telah
dibawakan kepada anak perempuan tidak boleh diabaikan).Dalam pewarisan dalam
suku adat Mandailing bahwa hukum waris yang dipakai mencangkup 3 (tiga) yang
diutamakan dalam adat Mandailing, yaitu (Imam Sudiyat. 1978):
1.
Pilihan Hukum
a. Memakai hukum adat sebagai tombak
pertama dalam menentukan waris.
b. Memakai hukum Islam, sebab dalam
suku Mandailing sudah memeluk agama Islam, maka mereka memakai hukum Islam dalam
pewarisan.
c. Memakai hukum konvensional/hukum
nasional, sebab bila hukum adat dan hukum Islam tidak ingin dipakai maka mereka
memakai hukum nasional.
Dalam suku Mandailing mengenai waris
cepat-lambatnya orang memakai kata sepakat dalam pembagian harta itu tergantung
dari faktor ekonomis dan religio-magis. Putra-putra Mandailing yang ayahnya
mencapai sukses didalam hidupnya, ingin secepat mungkin memiliki pembagian di
dalam harta pencarian almarhum; dengan pemilikan itu mereka akan turut
menikmati sukses yang terkandung di dalam harta tersebut sebagai kekuatan gaib;
sebaliknya, lading-ladang warisan kakek leluhur mereka misalnya akan mereka
biarkan tetap tak terbagi seumur hidup.Waris utama pada kekerabatan
Paterilineal khususnya suku Mandailing maka dalam hal ini terasakah adanya
ketegangan antara tuntutan hak dari kesatuan keluarga dengan tuntutan hak dari
kerabat tersebut yang ingin mewarisi harta kepada keluarga.
2.
Ahli Waris
Dalam pembagian warisan dalam suku mandailing yang memiliki
waris di bagi atas 3 (tiga), yaitu (Imam Sudiyat. 1978):
1.
Anak laki-laki tertua
2.
Anak laki-laki termuda
3.
Anak laki-laki sulung dan bungsu
Hambatan dalam waris adat Mandailing
adalah anak tidak mewarisi dari salah seorang di antara orang tertuanya yang
instusional tetap tinggal dalam kerabatnya, sedangkan anak-anak tidak masuk di
dalamnya. Dan suatu hambatan lain bagi anak di dalam terlaksana bersegi satu
untuk mewarisi dari kedua orangtua, ialah bentuk perkawinan yang berakibat
bahwa anak yang kawin dibebaskan dari panguyuban hidup kekerabatan. Contoh
dimana anak perempuan dengan perkawinan keluar dari kerabat ayahnya, sehingga
ia tidak dapat menuntut hak mawaris tanpa wasiat.[9]
Dan dalam Adat Mandailing yang sudah
mengalami perubahan dikarenakan dalam adat tersebut sudah berbaur dengan agama.
Sehingga dalam adat Mandailing hukum yang menetapkan dalam waris adalah memakai
hukum Islam. Walaupun lebih banyak laki-laki yang mendapat waris seperti halnya
hukum adat, namun dari pihak perempuan pun mendapat bagian dalam waris yang telah
ditentukan dalam hukum Islam. Itulah sebabnya hukum adat mulai banyak dilupakan
yang menyebabkan pergantian dalam adat Mandailing.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Suku
batak memiliki sistem kekerabatan patrilineal, yaitu kekerabatan yang di ambil berdasarkan
garis keturunan ayah. Inilah yang menyebabkan semua orang batak mempunyai
marga. Marga ini diturunkan secara turun temurun dari generasi pertama sampai
kepada generasi yang sekarang. Marga ini pada awalnya adalah sebuah nama yang
diberikan nenek moyang (orang batak pertama) kepada keturunannya dan digunakan
secara turun-temurun ke generasi berikutnya sebagai suatu tanda bahwa dia
adalah keturunannya. Oleh sebab itu sangat dilarang di dalam perkawinan batak
apabila satu marga saling menikah karena itu dianggap menikahi adik atau anak
sendiri.
Perkawinan
yang paling dianggap ideal bagi suku batak apabila dia menikahi paribannya,
yaitu seorang pria yang menikah dengan seorang perempuan dimana sang perempuan
ini anak dari saudara laki-laki ibunya atau biasa disebut sebagai tulang. Dan
sebagian besar dari rumah tangga orang batak bersifat monogami yaitu kondisi
hanya memiliki satu pasangan pada pernikahan.
Sistem
perkawinan adat yang dianut oleh suku batak mandailing, menjadi acuan bagi tiap
pasangan suami istri yang ingin melangsungkan pernikahan. Tidak cukup sampai
disitu, sistem tersebut memiliki konsekuensi yang musti dipertanggungjawabkan
oleh setiap pasangan baik sebelum maupun setelah terjadinya ikatan perkawinan.
B.
SARAN
Adat merupakan kekayaan
yang patut untuk dilestarikan, terlebih ketika adat telah menjadi kearifan
lokal suatu daerah atau kelompok. Akan tetapi dalam perkawinan adat, diperlukan
adanya suatu lembaga adat yang khusus menangani permasalahan dibidang
perkawinan. Sebut saja perceraiaan yang secara umum kian marak dipraktikan oleh
masyarakat adat, hal ini akan berdampak buruk (lunturnya kepercayaan) pada
sistem adat yang semula dianut atau dipercayai.
DAFTAR PUSTAKA
Cut
Nuraini, permukuman suku Batak Mandailing(Yogyakarta: Gajahmada University
Press,2004)
Abdurrahman, masalah-masalah Hukum
Perkawinan Di Indonesia (Bandung: Penerbit Alumni, 1978)
Sri
Wahyuni, Perkawinan Beda Agama Di Luar Negri: Kajian Filosofis, Yuridis,
Prosedural, dan Sosiologis (Yogyakarta: Suka Press, 2014)
Dj.
Gultom Rajamarpodang, Dalihan Na Tolu: Nilai Budaya Suku Batak.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT.
Raja Grafindo, 1998.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
[1] Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
[2] Cut Nuraini, permukuman suku Batak Mandailing(Yogyakarta:
Gajahmada University Press,2004), hlm. 17.
[3] . Abdurrahman, masalah-masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia (Bandung:
Penerbit Alumni, 1978), hlm. 9.
[4] Sri Wahyuni, Perkawinan Beda Agama Di Luar Negri: Kajian Filosofis,
Yuridis, Prosedural, dan Sosiologis (Yogyakarta: Suka Press, 2014), hlm.
110
[5] . Dj. Gultom Rajamarpodang, Dalihan Na Tolu: Nilai Budaya Suku
Batak, hlm. 80
[6] . Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT.
Raja Grafindo, 1998), hlm. 303
[7]
http//.Prosesi%20Pernikahan%20Adat%20Batak%20Mandailing%20-%20Weddingku.com.htm
[8]http/. Perceraian dalam Konsep Budaya Batak _ TONA.htm.
[9].http//.MizukiAshiya%20%20Hukum%20Adat%20Perkawinan%20dan%20Waris%20Adat%20Mandailing.htm



Bermanfaat sekali artikelnya :)
ReplyDeleteMau bikin mahar pernikahan yang exclusive, custom, elegan, dan moderen ?
yuk klik : www.maharpernikahan.co.id
vendor pnyedia jasa mahar dan seserahan exclusive.
Instagram @maharnikah.katalog & @seserahannikah.katalog
wa : 0812 3476 6565
HIS Graha Elnusa
ReplyDeleteMenikah adalah tujuan dan impian Semua orang, Melalui HIS Graha Elnusa Wedding Package , anda bisa mendapatkan paket lengkap mulai dari fasilitas gedung full ac, full carpet, dan lampu chandeliar yg cantik, catering dengan vendor yang berpengalaman, dekorasi, rias busana, musik entertainment, dan photoghraphy serta videography. Kenyaman dan kemewahan yang anda dapat adalah tujuan utama kami. Hubungi : 0822 – 9914 – 4728 (Rizky)
Haloo, aku mau bagi pengalaman pernikahan kakakku. Jadi waktu itu kakakku dan pasangannya sibuk kerja kan jadi memang susah untuk ngurusin sendiri, nah karena kakakku nyari tempat pernikahan yang memang aksesnya mudah jadi dia nyari yang tengah2 dan ga terlalu macet. Akhirnya kakakku mutusin buat nikah di Elnusa, letaknya kalau ga salah di Tb.Simatupang deket Citos. Nah disana ternyata sudah ada paketan weddingnya juga dan sudah ada WOnya. Waktu itu kakakku dibantu sama Kak Ali, nah disana bener2 dibantuin dari awal sampe akhiir. Walaupun kakakku dan pasangannya sibuk kerja tapi urusan pernikahannya ga sampai keteteran karena bener2 dibantuin. Jadi disana itu udah semua2nya diurusin, kakakku tinggal ngurusin souvernir dan undangan aja. Bahkan ada Wedding Plannernya gitu yang mengatur jadwal kakakku untuk visit2 vendor dan testfood, jadi bener2 bikin kakakku ga pusing mikirin pernikahannya. Dari awal kakakku persiapan acara sampai akhir acara bener2 ga dilepas sama WOnya, dan hal itu ngebuat mamahku ga terlalu banyak ikut campur. Jujur Pelayanannya bener2 bagus, walaupun kakakku dan pasangannya kadang suka banyak maunya tapi tuh kayak diturutin terus gituu. Alhamdulillah keluargaku dan kakakku puas sih nikah di HIS Graha Elnusa. Kalo kalian berminat aku ada nih kontaknya yang waktu itu bantuin kakakku, namanya Kak Ali, nomornya 087884761964. Semoga bisa membantu kaliaan
ReplyDelete